Kamis, 18 April 2013

18 APRIL 2013: International Day for Monuments and Sites; Catatan Terhadap Pelestarian Situs dan Monumen di Ternate

Naskah oleh: Maulana


Hari ini diperingati dunia sebagai hari untuk Monumen dan Situs, atas usulan dari ICOMOS kepada UNESCO dan disetujui pada 1983. Di Indonesia, teman-teman Jaringan Pelestarian Pusaka Indonesia ramai merayakannya sebagai Hari Pusaka Dunia, dengan berbagai kegiatan secara serentak pada 18April ini, tidak terkecuali di Ternate, diperingati dengan Diskusi Pusaka dengan tema Antara Pelestarian Pusaka dan Pembangunan, yang diselenggarakanoleh Ternate Heritage Society dan Litera Institute.

Tulisan ini akan sedikit menceritakan kembali apa yang terjadi di Ternate dalam satu dekade terakhir ini, terkait pelestarian PusakaBendawi (Tangible Heritage) lebih khusus lagi tentang Monumen dan Situs.


       That your most illustrious Lordship may know the islands where the cloves grow;
       there are five of   them, namely Ternate, Tidore, Motir, Machian and Bacan.
       Ternate is the first and principal one.
       And when its king was alive he was master of nearly all others.
       Tidore was the island were we were which has its king as we said.
       All that province where cloves grow is named Molucca.
     
       (Laporan Antonio Pigafetta kepada Raja Spanyol, Carlos, 1522. 
        dikutip dari buku The Spice Island karya Ian Burnet, 2011)


Siapapun pasti kagum ketika membaca sejarah Ternate, terkait warisan budaya Kepulauan Rempah-rempah yang membuat berbagai bangsa-bangsa didunia berbondong-bondong mencari pulau-pulau ini, Ternate, Tidore, Moti, Makian dan Bacan sejak abad ke 16. Jauh sebelum itu, bangsa Cina dan Arab telah lebih dahulu menjelajah Kepulauan Rempah-rempah ini.
Akibat harta rempah-rempah inilah, kolonialisme bermula dari Ternate. Sejak permulaan abad ke-16 Portugis telah membangun sebuah kota dipulau ini dan Spanyol membangun benteng-bentengnya  di Tidore.

Sebuah benteng yang dikatakan kota di jaman tersebut, berdiri dengan kokohnya dikelilingi dinding tinggi membentuk pertahanan, bertetangga dengan pusat pemerintahan Kesultanan Ternate, Sampalo, di bagian selatan pulau Ternate. Kota ini dikenal dengan nama Nuestra Senora del Rosario, sebagai ungkapan rasa syukur dan puji-pujian mereka kepada perawan Maria, karena selainmotif menguasai perdagangan rempah (buah cengkeh dan bunga pala) Portugis juga dalam misi menyebarkan agama. Di dalam dinding-dinding ini, berdirilah hunianbangsa Portugis, Gereja, Sekolah, dan Gudang rempah-rempah dan perbekalan. Bahkan, pendeta terkenal Fransiscus Xaverius pernah mampir kesini dan menyebarkan pesan-pesan nya pada siswa-siswa di sekolah tersebut, kemudian melanjutkanperjalanan ke pulau Halmahera.

Di kota inilah, Sultan Khairun dibunuh dengan liciknya karena sejak awal menolak penjajahan, sehingga diajak berunding  yang berujung pada kematian. Anaknya, Sultan Baabullahpun berhasil mengusir Portugis dengan sangat memalukan di kota ini, dan sempat menjadikannya sebagai pusat pemerintahan. Dari lokasi dan fakta ini pula, harijadi kota Ternate ditentukan.

Belum diketahui pasti luas kota ini, karena hingga kini,belum ada penelitian mendalam khususnya dari teman-teman arkeologi tentang situs peninggalan kota kolonial pertama di Nusantara ini.
Situs bersejarah ini sekarang hanyalah tinggal puing-puing,yang tampak jelas adalah bekas dinding bangunan dan dinding pertahanan. Yang sudah mulai sesak dikerumuni pemukiman penduduk. Tidak bisa dipungkiri jikaTernate menjadi pesat perkembangannya dari sisi fisik, terutama pembangunan rumah yang mulai menjamur ke hampir seluruh bagian pulau.

Lantas apa yang sudah dilakukan oleh para pengambil kebijakanatas situs bersejarah ini? Pembangunan kembali beberapa dinding benteng dan membuat taman sudah dilakukan pada 2005-2008, yang menimbulkan protes dari berbagai pihak, karena kegiatan tersebut tidak didasari riset mendalam dan melibatkan tenaga ahli, sehingga terkesan proyek abal-abal dan mendandani kawasan tua dengan `kosmetik berlebihan`, bak nenek-nenek karismatik yang didandani ala belia.

Permasalahan ini sesungguhnya sering berulang-ulang terjadidi Negara kita, ketika pemerintah selalu merasa paham dan hanya melaksanakan program pembangunan dengan dalih pelestarian padahal yang dilakukan adalah justru merusak dan mengurangi nilai keaslian bangunan, situs, dan kawasan.
Lantas bagaimana nasib Sampalo sebagai pusat pemerintahan pertama Kesultanan Ternate yang hingga kini belum terlacak jejaknya? Sampalo sebagai saksi bisu masa kegemilangan dan kejayaan Kesultanan Ternate pun belum kunjung dilakukan penelitian mendalam.

Nasib yang sama dialami pula oleh situs dan bangunan bersejarah lainnya di Ternate, yaitu 6 buah benteng peninggalan portugis dan belanda serta kawasan Kadaton (Istana) Sultan Ternate yang sangat kaya akan bangunan bersejarah yang sudah disentuh oleh pemerintah dengan desain-desain yang malah mengurangi keaslian, nilai sejarah dan budayanya.

Bangunan-bangunan dan situs-situs bersejarah ini adalah aset berharga bagi anak cucu untuk dipelajari dan diambil maknanya. Pelestarian adalah kegiatan yang menyeluruh, bukan hanya fokus pada satu aspek saja yangselama ini selalu dilakukan oleh pemerintah.

Padahal, jika dilakukan prosesnya dengan baik akan memberi manfaat baik pula bagi semua pihak. Sebagai contoh, di Jepang ketika proses restorasi bangunan tua bersejarah dilakukan selain dengan kerja yang sangat professional kegiatan ini juga dibuka untuk publik. Masyarakat dapat melihat langsung kegiatan konstruksinya, disediakan tiket khusus bagi pengunjung. Ini adalah model pelestarian yang terpadu dengan pariwisata, menguntungkan semua pihak. Wisatawan dapat melihat langsung prosesnya, kontraktor pun merasa diawasi pekerjaannya langsung oleh publik.

Kembali ke permasalahan di Ternate, ketika situs dan monumen bersejarah sudah tidak dihargai oleh pemerintah dan masyarakatnya sendiri, lantas kita akan terus hidup tanpa identitas dan ciri khas? Buku dan naskah tentang kebesaran-kebesaran Ternate di masa lalu, hanyalah tinggal dongeng belaka ketika pembaca datang dan menyaksikan langsung kondisi Kota Ternate saat ini.

Ketika kota-kota di dunia mulai berlomba-lomba memunculkan atau menguatkan ciri melalui ‘penanda’ fisik (landmark) berupa bangunan, monumen atau situs, Ternate justru melupakan yang sudah dimilikinya  dan malah membangun yang baru dengan ambisi penguasa terkini  dan  latahnya desain.

Ternate hanya sepenggal kisah besar yang dimiliki Indonesia, namun menentukan tonggak awal sejarah bangsa. Penggalan-penggalan lainnya tersebar di seluruh penjuru Nusantara, menanti untuk diselamatkan.

Dan kita akan terus membiarkan ini terjadi?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar